Selasa, 12 Juni 2012

Menulis Karya Tulis Ilmiah


Ketrampilan menulis semakin urgen untuk ditekuni setiap widyaiswara. Untuk bisa naik pangkat unsure pengembangan profesi berasal dari karya tulis ilmiah. Namun tidak sedikit yang merasa membuat karya rulis ilmiah sulit diwujudkan. Ada banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut, ada banyak argumentasi untuk membela diri. Sementara para leluhur sudah berpesan: “Dimana ada kemauan, disitu ada jalan”. Mengapa kita meragukannya? Mereka yang memiliki kemauan kuat untuk menulis pasti dibukakan jalan mewujudkan cita-cita mulia itu.
Tulisan ini diilhami kegiatan bimbingan teknis karya tulis ilmiah yang diselenggarakan IWI Pusat di Hotel Ririn Bogor bulan Oktober yang lalu. Bertindak selaku fasilitator selama empat hari penuh, ibu Lintang Suharto, Widyaiswara utama dari Depkominfo yang sekaligus adalah pengarang buku “Rambu-rambu Karya Tulis Ilmiah Widyaiswara”. Energitas beliau mengungkit adrenalin peserta menikmati sesi-sesi yang diagendakan.
Membuat karya tulis artinya berkomunikasi secara tidak langsung soal gagasan, pikiran, emosi, harapan ataupun keinginan penulis melalui sebuah tulisan. Ketika pemikiran dan pendapat itu dibaca dan difahami secara baik oleh pembaca berarti maksud tujuan penulisan tercapai. Akan tetapi mungkn saja suatu tulisan kurang difahami oleh mereka yang membaca, hal ini boleh jadi disebabkan karena tidak terpenuhinya norma dan prinsip karya tulis. Artikel ini diharapkan bisa menghindarkan siapapun anda dari hal tersebut ketika menulis.   

Latar Belakang
Para widyaiswara perlu memahami bahwa Karya ilmiah adalah karya tulis yang disusun oleh akademisi atau pihak tertentu untuk memperoleh gelar akademik, atau untuk memperoleh sertifikasi tertentu maupun  tugas dan kewajiban peserta didik dalam berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan. Dalam diklat kepemimpinan dikenal dengan kertas kerja, baik kelompok mapun perseorangan.
Dalam berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan formal seperti Diklatpim tersebut, karya ilmiah yang berwujud kertas kerja kelompok maupun kertas kerja perseorangan mempunyai bobot penilaian yang cukup tinggi. Meskipun banyak ditemui ”plagiarisme” dalam berbagai diklatpim yang menjadi rutin. Sesuatu yang seharusnya tidak terjadi di lingkungan para intelektual, terlebih yang menyandang predikat sebagai ”pejabat”.
Namun demikian, menjadi tugas para widyaiswara untuk  terus mengingatkan bahwa Karya ilmiah merepresentasikan intelektualitas penulisnya maupun merepresentasikan integritas moral penulisnya. Karena merupakan representasi kualitas intelektual dan integritas moral penulisnya, maka karya ilmiah menempati kedudukan tinggi bagi penulisnya.
Menulis karya ilmiah modal dasarnya adalah ketrampilan mengungkapkan pendapat, gagasan, atau pengalaman dalam bentuk bahasa tulis. Ketrampilan ini sering dianalogkan dengan kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Pepatah mengatakan ”alah bisa karena biasa” artinya kemampuan berbahasa semakin meningkat ketika seseorang mampu membiasakan diri untuk menulis, menulis, dan menulis.
Dalam  penulisan karya ilmiah, menulis juga berarti membaca. Dalam membaca diperlukan kecermatan, kekritisan, ketekunan, dan kemampuan menyerap isi bacaan. Apakah peserta diklat hanya mengandalkan modul pelatihan atau melengkapi pengetahuannya dengan membaca referensi yang dianjurkan sangat berpengaruh terhadap kualitas kertas kerja yang dihasilkan. Di era digital sekarang sebetulnya lebih diperlukan kemampuan i-literacy, yaitu kemampuan mengetahui kapan suatu informasi dibutuhkan, dimana memperolehnya, bagaimana cara mencarinya, dan bagaimana mempergunakannya secara tepat dan efisien

Manfaat

Ada dua manfaat yang yang diharapkan dari tulisan ini, manfaat teoretis dan manfaat praktis. Manfaat Teoritiknya adalah:
  1. Menambah perbendaharaan metode dan teknik dalam penulisan karya ilmiah.
  2. Memberikan pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan praktik penulisan karya ilmiah sesuai dengan kaidah dan konteks keperluannya.
Sedangkan Manfaat Praktisnya adalah:
  1. Dapat dipakai sebagai panduan atau pedoman penulisan karya ilmiah bagi widyaiswara dan pihak-pihak yang tugasnya berurusan dengan kegiatan penulisan karya ilmiah.
  2. Dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan atau rujukan bagi berbagai pendidikan/pelatihan lain yang diselenggarakan.
Syarat Karya ilmiah
Suatu Karya ilmiah paling tidak harus memenuhi empat (4) syarat, antara lain :
  1. gagasan  Ilmiah, yang bercirikan keilmuan, berbasis pengetahuan, melalui proses berpikir ilmiah, adanya ide/gagasan, metode dan media penyajian.
  2. motivasi penulisan, meliputi motivasi tugas/kewajiban, motivasi mencari uang atau penghasilan, dan  motivasi intelektual/pengembangan ilmu penetahuan;
  3. bentuk/tujuan penulisan, seperti deskriptif atau memaparkan obyek, comparative atau membandingkan obyek, menyajikan bukti, membuat analisis, dsb;
  4. proses penulisan  meliputi pemilihan tema, topik dan judul, pembuatan out-line (kerangka karangan), pengumpulan, pengolahan, dan penyajian hasil analisis bahan/data; juga tentang jenis karya tulis dan media yang dipilih.
Memilih Topik
Secara etimologis topic berasal dari kata : topoi yang artinya  tempat, sehingga pengertian topic sering difahami sebagai pokok pembicaraan. Dalam karya ilmiah khususnya kertas kerja dalam kediklatan maka harus dipahami dulu hubungan atau keterkaitan tema, topic dan judul. Ketiganya menurut Wedhwati dkk merujuk pada pengertian yang sama yakni pesan. Yang membedakan adalah cakupan dari pesan. Tema memiliki ruang lingku pesan yang paling luas, topic merupakan perincian dari tema, dan judul merupakan perincian dari topic yang memilki ruang lingkup paling sempit.
Dalam suatu diklatpim, apakah tingkat II, tingkat III maupun tingkat IV, umumnya tema sudah ditentukan penyelenggara, sehingga widyaiswara hanya bertugas memfasilitasi peserta dalam merumuskan topic dan judul kertas kerja yang terkait dengan tema tersebut. Dengan judul yang sudah focus, sempit dan tajam maka pengupasan masalah bisa lebih mendasar dan tidak bias kemana-mana.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam merumuskan sebuah topik karya tulis, antara lain : menarik perhatian, dipahami dan dikuasai penulis, tidak kontroversial atau bombastis, membuat batasan yang tegas. Pemilihan topic yang baik dan benar akan menjadi langkah awal terwujudnya sebuah karya tulis ilmiah.

Pengertian Karya Tulis  Ilmiah

Karya tulis ilmiah sebenarnya  merupakan pengertian dua unsure yaitu karya ilmiah dan penulisan karya ilmiah. Karya ilmiah pada dasarnya adalah pekerjaan atau hasil perbuatan yang dilakukan secara ilmiah  dan berlandaskan kaidah-kaidah ilmiah yang berlaku. Karya tulis ilmiah diartikan penuangan karya ilmiah dalam bentuk tulisan yang mengikuti kaidah-kaidah penulisan ilmiah.

Dengan demikian, dua komponen/unsure utama karya tulis ilmiah menyangkut pertama substansi karya ilmiah, yang berkaitan dengan isi karya ilmiah meliputi masalah, kerangka teoretis, metode, dan pembahasannya, kedua teknik menulisnya yang terkait dengan bahasa, sistematika, penulisan kutipan, daftar pustaka, tabel/grafik (jika ada)
    Adapun ciri-ciri karya ilmiah yang cukup menonjol antara lain adalah  objektif atau apa adanya,  logis/rasional  atau masuk akal pikiran,   teleologis atau memiliki tujuan tertentu.
Sedangkan jenis atau bentuk karya tulis ilmiah, sering dibedakan/dipilah menjadi
makalah,  artikel,  kertas kerja,  skripsi,  tesis,  disertasi,  laporan penelitian/pengkajian,  modul/bahan ajar, buku referensi,  resensi, saduran, dan terjemahan.
    Akan halnya buku, di era digital sekarang dikenal pula buku elektronik (electronic-book) yang merupakan versi elektronik sebuah buku. Buku elektronik (e-book) berisi informasi digital yang dapat berwujud teks dan gambar. Di Indonesia, buku elektronik yang dapat diunduh secara bebas diantaranya yang dikeluarkan Depdiknas, yaitu Buku Sekolah Elektronik (BSE).
Terkait dengan angka kredit widyaiswara, masing jenis/bentuk memiliki nilai yang berbeda disamping soal media penuangannya seperti surat kabar, majalah, website atau orasi ilmiah. Sebuah artikel yang dimuat di surat kabar bernilai 1,50, sementara bila dimuat di websitw lembaga bernilai 2,00. Sehingga seorang widyaiswara harus jeli melihat peluang mana yang lebih baik bagi kepentingan karirnya.

Langkah-langkah menulis karya ilmiah.
Paling tidak ada enam langkah yang harus dilalui dalam menulis karya ilmiah:
1. Menentukan topik, yang dimaksud topik adalah pokok persoalan.
Topik yang baik  harus memenuhi unsure-unsur antara lain actual atau up to date , menarik, mengandung sumbangan keilmuan / pengetahuan, dikuasai dengan baik oleh penulis
2. Merumuskan masalah berpangkal pada topik dan berwujud kalimat tanya
Topik : Upaya menumbuhkan kebiasaan  menulis artikel
Masalah : Upaya apa sajakah yang dapat ditempuh untuk menumbuhkan kebiasaan menulis artikel pada widyaiswara?
Masalah yang besar dapat dirinci menjadi masalah yang kecil/operasional, misal upaya formal atau informal untuk menumbuhkan kebiasaan menulis artikel para widyaiswara?
3. Membuat out line atau kerangka karangan
Kerangka karangan atau garis besar pokok-pokok isi karangan harus ditetapkan terlebih dahulu agar karangan nampak sistematis,  proporsional,  dan terhindar dari pengulangan yang tidak perlu serta susunan yang  selaras dengan topik
Kerangka inti sebuah karangan terbagi dalam tiga bagian, yaitu  Pendahuluan, isi dan penutup                           
Pendahuluan untuk contoh topik diatas, memuat utamanya:
  • kondisi penulisan artikel widyaiswara
  • pentingnya artikel bagi widyaiswara
  • pentingnya upaya menumbuhkan gairah menulis artikel bagi widyaiswara

4. Membuat judul
Dalam membuat judul karangan, harus diperhatikan syarat judul  yang baik: mencerminkan isi, berupa pernyataan, tidak lebih dari dua belas kata, jelas, padat makna, tidak  ambigu atau bermakna ganda, menarik, tidak bombastis.

5. Mengembangkan kerangka karangan menjadi karangan
Dari kerangka karangan yang telah dibuat langkah selanjutnya adalah mengalimatkan gagasan dan ide dalam format penulisan baku. Format penulisan berupa ukuran bingkai, ukuran dan jenis huruf, jarak penulisan, komposisi. Proporsi karangan yang baik kira-kira pendahuluan 10 % , isi 80 % dan penutup 10 %, meskipun hal ini tidak terlalu mengikat, yang penting isi karangan  mendapat porsi paling besar. Berikutnya juga harus memperhatikan bahasa dan  tata tulis

6.  Mengoreksi dan merevisi
Ketika sebuah karangan telah selesai dibuat masih memerlukan satu langkah lagi yaitu mengoreksi dan merevisi kesalahan dan kekurangan yang ditemukan untuk disempurnakan lagi sebelum disampaikan ke publik.

Hambatan yang dihadapi Widyaiswara dalam menulis:
Kegiatan menulis sebenarnya sudah dilakukan setiap orang termasuk widyaiswara, sejak SD sampai Perguruan Tinggi tidak pernah lepas dari tulis menulis, juga membaca. Seharusnya kemampuan menulis widyaiswara yang rata-rata minimal Strata 1 pastilah cukup memadai. Kenyataannya ada banyak orang yang sampai pada kesimpulan bahwa menulis adalah pekerjaan yang menyiksa bagi dirinya. Sebaliknya ada sebagian yang menyatakan bahwa menulis adalah suatu yang alami dan natural bahkan aktifitas yang menyenangkan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hambatan dalam menulis memang tidak sama antara seseorang dengan yang lain, namun pada umumnya ada dua factor penghambat yang menonjol, yaitu factor internal dan factor eksternal. Mengetahui keberadaan factor penghambat ini tidak lain dalam rangka mawas diri dan bangkit memperbaiki kekurangan yang ada dalam diri. Tidak perlu takut dan menghindar dari factor penghambat tersebut tapi bagaimana mengatasi dan menanggulanginya.

Faktor internal, antara lain :    
1.    Tidak suka atau terbiasa membaca
2.     Lebih suka mengajar di depan kelas
3.    Penguasaan bahasa dan tata tulis kurang
4.    Gagap teknologi (Gaptek), tidak akrab dengan internet
5.    Lemahnya minat / keinginan menulis


Faktor  ekternal
1.    Kesulitan menemukan topik karangan
2.    Minimnya referensi/bahan bacaan
3.    Kurangnya panduan
4.    Tidak ada reward dan punishment langsung
5.    Norma penilaian karya ilmiah tidak jelas
Faktor penghambat seperti tersebut diatas jelas tidak akan hilang dengan sendirinya tanpa upaya nyata untuk menanggulanginya. Bahkan kalau dibiarkan bukan tidak mungkin kemampuan menulis semakin menurun dan akhirnya hilang. Bagi widyaiswara jelas hal ini akan menjadi musibah bagi karirnya ke depan. Factor penghambat mana yang dominan tiap orang tidak sama sehingga kiat setiap widyaiswara untuk menanggulangi juga akan berbeda.

Menumbuhkan minat untuk menulis
    Rendahnya minat untuk menulis merupakan factor utama dan pertama yang harus diatasi. Seringkali keengganan atau ketidakmampuan menulis dibantah dan dibela dengan alasan atau argumentasi sibuk dengan urusan lain yang lebih penting dan mendesak. Padahal benarkah demikian? Boleh jadi itu sekedar alasan yang dicari-cari untuk menutup-nutupi rasa malas seseorang, hal lain yang lebih penting tidak ada atau sebetulnya belum mendesak.
    Dengan demikian belum ada minat untuk menulis merupakan hambatan mental yang bersumber dari diri seseorang. Kurangnya rasa percaya diri dan rasa malas sering menjadi penyebab utama munculnya hambatan tersebut. Kepercayaan diri memiliki kemampuan menulis tidak tumbuh karena belum pernah dicoba dan takut gagal karena pemahaman yang dirasa terbatas. Bagimana cara menanggulanginya?
    Keengganan menulis juga sangat mungkin muncul pada mereka  yang sudah mencoba menulis seperti saduran, buku atau naskah untuk memperoleh angka kredit. Ternyata hasilnya ditolak Tim penilai angka kredit dengan alasan yang tidak jelas. Mereka merasa kapok karena tidak jelas apanya yang harus diperbaiki. Semangat atau minat menulis pun menjadi kendor.
    Langkah yang ditawarkan ibu Lintang maupun Wisnu dan Ardi, relative sama yaitu motivasi diri. Sebuah tulisan yang berhasil dibuat akan bermanfaat tidak hanya kepada penulis itu sendiri tetapi juga orang lain atau masyarakat luas. Ada nilai spiritualitas dari menulis, yaitu pahala yang terus menerus dinikmati penulis apabila ide dan gagasan penulis bermanfaat dan diamalkan oleh para pembaca tulisan itu. Menulis juga bagian dari perwujudan rasa syukur dan ibadah kepada Tuhan.
    Ketika motivasi diri yang dilandasi nilai spiritual sudah muncul, langkah kongkrit yang perlu dilakukan adalah dengan merubahnya menjadi niat atau tekad untuk menulis. Kata para ustadz, “innamal a’malu binniat”. Niatkan diri untuk menulis dan yakinlah bisa menulis. Bulatkan kemauan untuk segera memulai menulis. Kapan? Ya sekarang juga, ambil pena atau laptop dan tulis saja ide dan gagasan apapun  yang ada di pikiran kita. Jangan pikirkan tata bahasa dan atau yang lain.

Selanjutnya, selamat menulis.

Tidak ada komentar: